ILMIAH | Diposting Pada 14 Feb 2019
CLEFT LIP AND PALATE Celah Bibir dan Langit-Langit /Lelangit

CLEFT LIP AND PALATE

Celah Bibir dan Langit-Langit /Lelangit

Fory Fortuna, SpBP-RE

Cleft lip and palate atau Labioplatoschizis atau sumbing bibir dan celah lelangit/langit-langit mulut/ palatum merupakan kelainan kongenital yang sering terjadi di Indonesia. Definisi dari sumbing bibir dan celah langit-langit adalah terdapatnya celah pada bibir atas yang disertai celah pada atap atau langit-langit mulut sehingga menimbulkan adanya hubungan langsung antara hidung dengan mulut. Kelainan sumbing bibir ataupun celah langit-langit dapat berdiri sendiri (sumbing bibir saja atau celah langit-langit saja) atau keduanya.

Angka kejadian bibir sumbing bervariasi, tergantung pada etnis. Pada etnis Asia terjadi sebanyak 2,1:1000 kelahiran, pada etnis Kaukasia 1:1000 kelahiran, dan pada etnis Afrika-Amerika 0,41:1000 kelahiran. Di Indonesia, jumlah pasien bibir dan celah langit-langit terjadi 3000-6000 kelahiran per tahunnya atau 1 bayi tiap 1000 kelahiran. Kasus paling umum yaitu sumbing bibir dan palatum sebanyak 46%, sumbing palatum (isolated cleft palate) sebanyak 33%, dan sumbing bibir saja 21%. Sumbing pada satu sisi 9 kali lebih banyak dibandingkan sumbing dua sisi, dan sumbing pada sisi kiri 2 kali lebih banyak daripada sisi kanan. Laki-laki lebih dominan mengalami sumbing bibir dan palatum, sedangkan wanita lebih sering mengalami sumbing palatum.

Pada masa perkembangan janin dalam kandungan, faktor lingkungan seperti zat teratogenik (zat yang mempengaruhi pertumbuhan janin) dan faktor genetik mempengaruhi pembentukan celah bibir dan palatum. Paparan obat anti kejang phenytoin meningkatkan kejadian sumbing hingga 10 kali lipat. Ibu yang merokok selama kehamilan meningkatkan kejadian sumbing hingga 2 kali lipat. Zat teratogenik lain seperti alkohol, asam retinoat, obat-obatan antikejang lainnya juga berhubungan dengan malformasi (kelainan) kongenital termasuk celah bibir dan palatum. Selain itu faktor gizi juga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan sumbing, diantaranya kekurangan asam folat, vitamin B6, dan Zinc. Faktor genetik merupakan salah satu faktor resiko sumbing bibir dan palatum ini, bila dalam keluarga terdapat 1 orang tua sumbing atau anak sebelumnya sumbing, maka risiko sumbing pada anak berikutnya adalah 4%, bila 2 anak sebelumnya menderita sumbing maka risiko meningkat menjadi 9%, dan bila salah satu orang tua dan 1 orang anak sebelumnya menderita sumbing maka risiko anak berikutnya menderita sumbing adalah 17%.

 

Kelainan genetik yang terjadi pada pasien sumbing dapat berkaitan dengan sindrom bawaan lahir. Lebih dari 40% celah palatum adalah bagian dari suatu sindrom, dibandingkan celah bibir dan palatum sebanyak 15% dapat merupakan bagian dari sindrom. Sindrom tersering adalah sindrom Van Der Woude, Velocardiofacial syndrome, Pierre Robin’s sequence, dll.

Adanya celah pada bibir maupun palatum menimbulkan gangguan penyerta, antara lain kesulitan asupan nutrisi dan fungsi bicara. Gangguan asupan nutrisi disebabkan oleh celah di bibir atau palatum menyebabkan bayi sulit menghisap atau makan makanan cair, yang kemudian dapat menimbulkan masalah lain yaitu kekurangan gizi dan berat badan yang sulit naik. Masalah kedua yang dapat timbul yaitu gangguan bicara terutama bila terdapat celah palatum dan celah pada bibir juga mempengaruhi pola bicara.

Tatalaksana atau manajemen dari sumbing bibir maupun palatum memiliki berbagai macam tantangan. Hal ini disebabkan karena penanganan sumbing membutuhkan perhatian berkesinambungan semenjak bayi lahir hingga dewasa untuk mencapai hasil akhir yang lebih baik. Kelainan sumbing bibir maupun palatum, dapat diperbaiki dan dikoreksi dengan baik. Masalah yang dapat diderita penderita mulai dari bentuk anatomis wajah yang tidak simetris, masalah gizi, terbatasnya pendengaran dan berbicara, rentan terhadap infeksi telinga, gigi geligi yang tumbuh tidak teratur, dan yang paling penting yaitu masalah estetik dari penampakan wajah yang dapat berpengaruh dengan perkembangan psikologis dan mental penderita.

Kelainan sumbing merupakan kelainan yang kompleks dan membutuhkan perawatan dan koreksi dengan kerjasama tim dari berbagai macam disiplin ilmu. Pendekatan manajemen multidisiplin dapat dicapai dengan membentuk tim sumbing yang khusus menangani sumbing serta mampu menyediakan follow up jangka panjang pada penderita sumbing. Meskipun tidak semua penderita membutuhkan semua tipe spesialisasi, namun tim multidisiplin untuk menangani sumbing biasanya terdiri dari: dokter bedah ( dokter bedah plastik, dokter bedah kraniofasial, dokter bedah mulut), dokter gigi (dokter gigi anak, dokter gigi spesialis orthodontist dan prosthodontist, dokter ahli genetik (untuk mengetahui sindrom kraniofasial lainnya yang mungkin diderita pasien), spesialisasi rehabilitasi medis/fisioterapi, spesialis telinga hidung dan tenggorokan (THT) (untuk menilai pendengaran anak dan menangani apabila terjadi infeksi telinga), dokter spesialis anak, dokter spesialis mata (untuk memeriksa penglihatan anak yang mungkin terpengaruh akibat suatu sindrom yang diderita), ahli gizi, psikiater/psikolog, perawat (untuk mendampingi ibu mengamati kesehatan anak dan perawatan anak).

Penanganan komprehensif dapat dimulai sejak hamil (prenatal) dengan pelayanan ultrasonography (USG), diagnosis dan konseling. Pada bayi lahir dilakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh, manajemen nutrisi, perencanaan langkah-langkah penanganan secara komprehensif, konsultasi dokter THT untuk kemungkinan infeksi telinga. Usia 0-3 bulan dapat diberikan pemakaian alat prasurgikal seperti Naso-Alveolar Molding (NAM) dan lip taping untuk meratakan gusi dan bibir atas agar mudah dioperasi. Operasi bibir sumbing (cheiloplasty) usia 3 bulan dapat sekaligus dilakukan rhinoplasty (operasi hidung). Operasi celah langit-langit (palatoplasty) umur 12-24 bulan dan mengatasi problem berbicara. Usia prasekolah dapat dilakukan operasi finishing dari cheiloplasty dan rhinoplasty untuk mendapatkan hasil akhir yang baik secara estetik. Terapi psikologis oleh psikolog pada usia sekolah. Pada usia 7-9 tahun dapat dilakukan operasi alveolar bone graft untuk menutup celah gusi pada gusi yang mengganggu pertumbuhan gigi, terakhir pada usia 16 tahun (dewasa) dapat dilakukan operasi pembedahan pada rahang untuk membenarkan rahang yang tumbuh tidak sempurna.

Penderita sumbing idealnya membutuhkan perhatian dan perawatan khusus selama beberapa tahun, sehingga dibutuhkan komunikasi dan kerja sama yang baik antara sesama masing-masing dokter spesialis dan antara dokter spesialis dengan orang tua. Rekomendasi penanganan yang akan dipilih harus dikomunikasikan dan didiskusikan bersama orang tua pasien agar keduabelah pihak dapat bekerjasama untuk menyediakan perawatan optimal pada penderita sumbing. Penderita sumbing sebaiknya dipantau secara berkesinambungan dan menyeluruh hingga usia dewasa.

 

CLEFT LIP AND PALATE Celah Bibir dan Langit-Langit /Lelangit .pdf
Share This:
Facebook Twitter Youtube Whatsapp